Langsung ke konten utama

Hari ini 522023



Hari ini sejak subuh kegembiraanku hilang. Semangatku seakan tak ada. Aku hanya ingin tidur saja. Melupakan banyak hal yang membebani pikiran.

Apalagi semalam acara pesta pernikahan itu menyebalkan. Event Organizernya lebay bin carmuk. Kalau bukan menghargai undangan dan tahu begitu aku tak akan hadir. 

EO itu tak tahu acara itu acara nikah bukan konser. Saat pasangan suami isteri yang baru saja sah itu masuk ruangan, si EO malah pamer lampu-lampu kampungan itu dan promosi berlebihan EOnya sendiri. Sungguh menjengkelkan.

Akupun tidur setelah ingat acara itu. Sekira jam 8 lewat 30 menit 30 detik aku terbangun. Aku senyum sendiri sambil langsung menyambar handphone-ku. Seperti kebiasaan yang sulit hilang aku langsung mengecek timeline twitter sekadar mengecek apa ada berita menarik dihari minggu ini.

Berita pertama yang lewat cukup menggelikan. Seorang artis mengaku sudah tidak perjaka lagi. Luar biasa bodohnya. Apa kebanggaan dari pengakuan itu. Hey dunia aku sudah tidak perjaka lagi. Maksudnya apa coba? 

Apakah dengan pengakuan itu si artis akan mendapat simpati dari banyak kaum hawa sebagai lelaki paling jujur didunia? Heran aku tapi aku senyum juga kalau memikirkan soal ini.

Senyumku meningkat jadi tawa ketika berita ini muncul. Bill Gates tanam ratusan milyar untuk startup kentut sapi.

Kuingin tahu ada apa dengan kentut sapi yang bikin salah satu orang tajir di bumi ini mau investasi dengan kentut. Kentut sapi pula.

Kalimat berikut kulansir dari salah satu portal berita ekonomi terkenal. tak kutambahkan tak aku kurangi, 

Bill Gates dikenal dengan kepeduliannya terhadap lingkungan di Bumi. baru-baru ini pendiri Microsoft itu berusaha untuk memangkas emisi dari kentut dan sendawa sapi.

Diketahui melalui perusahaan investasinya Breakthrough Energy Ventures, atau BEV, memimpin putaran pendanaan awal senilai US$12 juta ke perusahaan teknologi iklim Australia yang bekerja untuk mengurangi emisi metana, terutama yang berasal dari sapi.

Rumin8, sebuah startup yang berbasis di Perth, mengatakan bahwa mereka telah menutup putaran pendanaan awal Tahap 2, dengan total pendanaan US$17,7 juta.

Perusahaan ini diketahui sedang mengembangkan pakan berbasis rumput laut yang akan mengurangi metana, produk sampingan proses pencernaan makanan dari emisi ternak.

Jadi begini, kentut sapi ini menghasilkan metana. Salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca. Efek rumah kaca ini sudah kita pelajari sejak SMP mungkin. Gas metana yang dihasilkan kentut sapi dan sejenisnya menyumbang sekitar 15 % dan dampaknya 25 kali dari kabon dioksida. 

Kentut berupa metana ini mau digantikan dengan kentut bukan metana. Caranya, makanan sapi ini mau diganti dengan rumput laut yang diyakini para sapi itu kentutnya tidak menghasilkan metana. Begitu.

Timeline twitterku hari ini banyak dilewati berita traveling dan makanan selain perjaka dan kentut tadi. Satu yang menarik bagiku ketika kukis dadara lewat dan menceritakan asal usulnya.

Kukis Dadara ini nama Indonesianya Dadar Gulung. Soal dadara ini akan aku bahas panjang lebar karena menarik. 

Dadara ini peranakan dari pancake. Kukis dari Romawi sejak 1430 M. Pancake menyebar keseluruh dunia dengan banyak macam nama dan modifikasi. Di ,Malaysia dinamakan kuih lenggang, Jerman dinamakan pfannkuchen. Perancis dinamakan Crepes, dan di Amerika dengan Nohehick.

Dadara yang familiar dengan kita itu warnanya hijau dengan isi unti. Cara buatnya mudah, unti yang terbuat dari gula aren dan parutan kelapa digulung dengan kulit dadara.

Justru karena mudah dibuat dan peranakan dari makanan barat, Dadara banyak dijadikan objek penelitian. Salah satunya yang dilakukan 3 orang mahasiswa dari salah satu Universitas di Semarang. Judulnya inovasi kulit dadar gulung dari ubi jalar ungu dan ubi jalar cilembu.

Mereka mau membandingkan tekstur, warna, aroma dan rasa jika menggunakan kedua bahan tersebut. Sayangnya mereka tidak membandingkan dengan kulit dadara yang sudah biasa kita makan yaitu tepung terigu yang dikasih pewarna alami daun pandan.

(Bersambung)

Penulis : el Ramadhan

Komentar