Langsung ke konten utama

Ayam Kampung dan Ayam Kampus, Lezatnya Sebuah Istilah

 


Oleh : Ramadhan eL (Kasubag Perencanaan dan Keuangan)


Ayam. Ya Ayam. Hewan ternak satu ini terkenal lezat nya. Karena kelezatannya hewan vertebrata dari famili Aves ini menjadi makanan sejuta umat.

Apalagi ayam goreng. Siapa yang tidak suka. Sensasi nikmat saat ayam meluncur didalam mulut adalah hal yang paling dinanti ketika memakannya. 

Ayam kampung, mahal tapi banyak dicari.  Lebih lezat dan bernutrisi ketimbang “ayam kota”. Ayam Kampung dan Ayam Kota Dua jenis ayam berbeda  yang mewakili identitas rasa. 

Ayam kampung adalah hewan “liar” tak jelas asal usulnya, tak mewakili ras tertentu sehingga sering dikenal dengan ayam buras. 

Walau tak punya “kartu keluarga” yang jelas, ayam kampung lebih tahan penyakit, tak manja dan bisa survive dengan segala kemampuan bertahan hidupnya.

Ayam kota atau ayam ras  jelas asal-usulnya, punya keturunan jelas dan lebih “gendut”. 

Ayam hasil “intervensi” manusia ini tidak lebih enak dari ayam kampung. Lebih manja dan tak tahan jika mendapat serangan penyakit. Walau begitu, peminat ayam manja ini juga banyak.

Tulisan ini tak bermaksud untuk menghina ayam kota dan memuliakan ayam kampung. Namun, Ayam secara sengaja telah bersinggungan langsung dengan budaya manuasia.

Bukan hanya ayam, manusia juga sering menggunakan nama hewan untuk sebuah istilah tertentu.

Melakukan pengandaian atau menjustice orang dengan istilah hewan dengan suara menghina. Tak ada konfirmasi dan persetujuan dari para “Binatang” itu nama mereka digunakan manusia secara bebas.

Istilah ayam kampus misalnya digunakan populer pada awal tahun 80-an. Merujuk pada enaknya sebuah ayam, maka istilah merujuk pada mahasiswi yang mempunyai pekerjaan “lain” dengan berbagai alasan. 

Ayam kampus ini berjut-jut harganya dengan berbagai bonus yang bisa didapat. Ayam kampus wangi, lebih mengkilat dan berjalan dengan liukan yang bisa memabukkan penikmatnya. 

Walaupun sama-sama lezat, ayam kampung lebih punya kehormatan dan penghargaan.

Istilah ayam kampus adalah istilah yang negatif. Kemungkinan besar, jika ayam ikut kuliah layaknya manusia mereka tak akan pernah sepakat dengan istilah ayam kampus ini. 

Bukan hanya untuk istilah negatif, perasaan saya mengatakan ayam juga tak akan setuju dengan semua istilah yang digunakan oleh manusia soal mereka. 

Ayam adalah unik dan mengapa manusia dengan sengaja menggunakan istilah dengan nama mereka?

Manusia menganggap ayam adalah hewan dengan dengan tingkat kecerdasan dibawah rata-rata. Itu anggapan untuk menjustifikasi bahwa manusia memakannya.

Dengan segala kelebihan yang dipunyainya, tentu saja ayam tak bisa menandingi manusia dalam hal apapun termasuk dalam membuat istilah-istilah.

Manusia senang membuat istilah karena ego dan kecerdasaanya.  Bukan hanya istilah-istilah yang diproduksi namun juga tagline, slogan yang bombastis.

Kita ingat betul bagaimana tagline dan slogan sangat memainkan peran dalam dunia usaha dan politik.

Kerja,kerja,kerja adalah slogan penting yang membawa Presiden kita saat ini ketampuk kekuasaan.

Kita ingat betul , bagaimana mantan Presiden SBY dengan slogannya “Indonesia Bisa” menghipnotis dan masuk kealam fikiran rakyak Indonesia.

Slogan yang sedikit banyak meniru Mantan Presiden Amrik Barack Obama.

Tagline dan slogan tersebut membuat dunia politik menjadi begitu berwarna dan menarik.  Slogan kemudian membawa kita kebanyak istilah-istilah yang dengan itu membawa dan meneguhkan sebuah brand.

Ditingkat lokal, berbagai istilah muncul dalam pergaulan sosial dan politik. Istilah "koprol" misalnya terdengar begitu tidak asing.

Entah apa yang membuat koprol ini begitu populer. Menjadi asumsi umum yang diterima, tak asing didengar tapi tidak lezat untuk dirasa.

Pada tingkatan super, koprol menjadi "salto" dengan intonasi "nyinyir" yang datar.

Pada pergulatan politik (semoga tidak disalahpahami), tagline dan istilah lanjutkan akan sulit dikalahkan jika dikelola secara baik.

Karena istilah lanjutkan punya "Power" secara tersembunyi dan terbuka.

Hanya bisa dikalahkan oleh Tsunami Politik ditambah angin topan dari semua penjuru.

Tergantung bagaimana istilah lanjutkan ini dibahasakan secara baik.

Terkadang harus secara ofensif digaungkan pada waktu tertentu namun juga harus difikirkan secara defensif jika mendapat "serangan" dari 8 penjuru mata angin.

Tahun ini ada banyak istilah yang muncul dalam dunia politik kita yang diawali pada tingkat Nasional dan akan semakin berseliweran ditahun depan pada tingkal lokal.

Kehadiran media sosial membuat setiap orang baik  secara sengaja maupun spontan dapat menciptakan istilah-istilah yang bombastis.

Seperti ayam yang berkokok pada waktu tertentu dan bermanfaat, suara-suara yang muncul itu harus dipahami secara natural bagian dari peranan positif dalam alam demokrasi.

Tentu saja semoga tak ada istilah yang menghina karena tentu tidak baik dan tidak mendidik.

Sebagaimana istilah ayam kampus yang menurut saya tidak lezat sama sekali. Semoga.


Komentar